
Lampung Geh, Bandar Lampung – Mantan Bendahara Dewan Pengurus Korpri Kabupaten Way Kanan, Lampung, Ujang Faishal menjalani sidang perdananya dalam kasus dugaan korupsi dana Korpri Kabupaten Way Kanan tahun anggaran 2013 sampai 2017.
Dia menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Bandar Lampung pada Rabu (8/11), dengan agenda pembacaan surat dakwaan dari jaksa penuntut umum.
Dalam dakwaannya, jaksa mendakwa terdakwa Ujang Faishal telah merugikan keuangan negara yakni dana Korpri Kabupaten Way Kanan mencapai Rp 2,264 miliar.
Jaksa menjelaskan, terdakwa yang ditunjuk sebagai Bendahara Dewan Pengurus Korpri Kabupaten Way Kanan periode 2010-2015 itu dalam mengelola keuangan Korpri disebut tidak pernah mencatat, atau membuat laporan pertanggung jawaban beberapa kegiatan sesuai dengan standar pelaporan keuangan.
Kemudian, pengeluaran atas peminjaman kepada satker di wilayah Kabupaten Way Kanan dilakukan terdakwa tanpa disertai dengan bukti permohonan peminjaman dari yang bersangkutan dan tidak dibukukan dalam catatan buku piutang.
“Hal ini dilakukan terdakwa dengan alasan peminjaman tersebut untuk keperluan kegiatan kedinasan bagi satker yang mengalami keterlambatan dalam proses pengurusan pembayaran, sedangkan kegiatan harus segera dilaksanakan,” kata jaksa dalam membacakan surat dakwaan.
Jaksa juga menyatakan jika terdakwa telah menginvestasikan dana sebesar Rp 50 juta kepada perusahaan travel PT Quita Arnes yang berasal dari keuangan Korpri Way Kanan tanpa melalui prosedur, tata cara, serta dokumen pendukung dalam investasi.
“Sehingga tidak dapat diketahui berapa keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diterima oleh Korpri atas investasi tersebut, dengan alasan untuk membantu para pegawai/pejabat di lingkungan Pemda Kabupaten Way Kanan, apabila akan melakukan perjalanan dinas keluar daerah diharapkan mudah untuk mendapatkan tiket pesawat,” ujarnya.
Selain investasi tersebut, terdakwa juga disebut telah melakukan penanaman modal dengan menggunakan dana yang berasal dari keuangan Korpri senilai Rp 190 juta kepada Koperasi Ramik Ragom, yang notabene koperasi tersebut diketuai sendiri oleh terdakwa.
“Di dalam proses penanaman modalnya tersebut terdakwa tidak membuat dokumen perjanjian penanaman modal dengan pihak Koperasi sehingga tidak diketahui secara jelas apa yang menjadi hak dan kewajiban antara Korpri dengan Koperasi Ramik Ragom,” ungkapnya.
Jaksa juga menerangkan, terdakwa yang seharusnya selesai menjabat sebagai Bendahara Dewan Pengurus Korpri Way Kanan pada tahun 2015 itu ternyata masih tetap menjalankan tugasnya hingga tahun 2017.
“Terdakwa masih tetap menjalankan tugas selaku bendahara tanpa disertai dengan SK penunjukan bendahara yang sah, dan hanya didasarkan pada penunjukan yang dilakukan secara lisan oleh Ketua Dewan pengurus Kopri Way Kanan saat itu,” terangnya.
“Terdakwa tidak dapat menyerahkan dokumen-dokumen pendukung pertanggung jawaban sebagai bendahara baik berupa BKU, BKP maupun dokumen lain terkait dengan pencatatan keuangan Korpri,” imbuhnya.
Atas perbuatannya tersebut, jaksa mendakwa dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 serta Pasal 8 Juncto Pasal 18 Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dirubah dan ditambah dengan Undang–Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Undang–Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. (Lih/Put)
Discussion about this post